SEJARAH DESA TAWANGSARI
Bermula pada saat Raden Wijaya sedang mengatur siasat perang dan strategi melawan Tentara Tartar.
Setelah Raden Wijaya kembali dari Kota Kediri ke Majapahit di hari ke 2 bulan ke 4 Tarikh Cina.
Untuk melaksanakan siasat dan stategi itu, maka Setali tiga uang gayungpun bersambut, Raden Wijaya akhirnya berhasil mengalahkan pasukan tentara Tartar pada hari ke 9 bulan ke 5 tahun 1293 atau pada tanggal 9 Mei 1293 tarikh masehi.
Sejak saat itulah, tanggal 9 Mei 1293 diyakini dan ditetapkan sebagai cikal bakal berdirinya Kabupaten Mojokerto.
Waktu berselang beberapa abad lamanya, tepatnya pada tahun 1911, Kabupaten Mojokerto memiliki seorang pemimpin yang dinobatkan sebagai Bupati pertama yaitu RADEN ADIPATI PRAWIRO DIRDJO. Beliau memimpin Kabupaten Mojokerto selama 16 tahun, dari tahun 1811 s/d 1827.
Untuk mewujudkan kemajuan pemerintahan maupun tata wilayah, ditunjuklah seseorang bernama PUSPO NEGORO, untuk menempati suatu wilayah kawasan yang terletak di sebelah barat daya wilayah Kabupaten Mojokerto.
Konon wilayah itu pada masa Kerajaan Majapahit disebut sebagai Wilayah atau Kawasan “TAMANSARI”.
TAMANSARI adalah sebuah pusat kawasan yang subur, penuh pepohonan rindang kehijauan, walau disana-sini masih terdapat rerimbunan dan rerumputan padang ilalang.
Namun demikian Kawasan TAMANSARI tetaplah terlihat indah kehijauan bila dipandang.
Berkat kerja keras seorang Tetua bernama PUSPO NEGORO. Lokasi TAMANSARI dirubahnya menjadi kawasan lahan pemukiman penduduk, serta kawasan lahan pertanian yang subur, dengan ditandai adanya 2 waduk bendungan penampung air, untuk kelancaran pengairan dan kesuburan pertanian, yang terletak di ujung barat dan diujung timur wilayahnya.
Sejak saat itulah kawasan TAMANSARI berubah nama menjadi TAWANGSARI dan PUSPO NEGORO dinobatkan sebagai Lurah untuk yang pertama kali.
Dengan motto dan semboyan “Sak Iyek Sak Eko proyo, Mewujudkan Masyarakat Adil dan Makmur Lahir Bathin, Gemah Ripah Loh Jinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo, Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe. Baldatun Thoiyibatun Warobbun Ghofur”
(Seperti yg Terpampang di Depan Kita)
Lurah PUSPO NEGORO memimpin roda pemerintahan di desa TAWANGSARI hingga berakhir tahun 1839.
Sepeninggal Lurah PUSPO NEGORO diangkatlah seseorang yang masih dalam garis keturunannya, yaitu “PRANOLO KUSUMO” atau disebut sebagai Lurah NOLO sejak tahun 1840 s/d 1879.
Dengan kegigihannya, Lurah NOLO menjadi Lurah di desa TAWANGSARI selama 39 tahun, yang pada saat itu telah mengalami 3 kali pergantian Bupati, yitu :
Dari Bupati RADEN TUMENGGUNG PANDJI TJONDRO NEGORO, Bupati RADEN TUMENGGUNG KERTO KUSUMO dan Bupati RADEN ADIPATI ARIO KROMODJOJO.
Sepeninggal Lurah NOLO pada tahun 1879, tampuk kepemimpinan desa TAWANGSARI dijabat oleh DJAROT PRANOLO KUSUMO yang merupakan keturunan dari Lurah NOLO pada tahun 1880 s/d 1921.
Jabatan Lurah DJAROT PRANOLO KUSUMO berakhir pada tahun 1921 dan digantikan oleh Lurah WIRJO REDJO atau yang kita kenal dengan nama mbah Lurah HAJJI GHOZALI, beliau menjabat selama 53 tahun dari tahun 1921 s/d 1974.
Pada masa itu sedang gencar-gencarnya peristiwa penjajahan dan agresi militer serta peristiwa Gerakan 30 september oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Lurah WIRJO REDJO atau mbah Lurah HAJJI GHOZALI adalah sosok yang berkarakter, teguh pendirian dan kharismatik. Dengan semboyan “Rawe rawe-rantas, malang-malang putung” serta akan berhadapan dengan Beliau bagi mereka yang berani kompromi dengan para koloni penjajah serta kompromi dengan Pergerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan onderbonya.
Selama 53 tahun masa kepemimpinannya beliau telah mengalami 11 kali pergantian Bupati Mojokerto, dari Bupati RADEN ADIPATI KROMO ADI NEGORO, sampai dengan Bupati RADEN ACHMAD BASOENI, dan Bupati SUPENO SOERJO ATMODJO.
Sepeninggal Lurah WIRJO REDJO atau mbah Lurah HAJJI GHOZALI pada tahun 1974. Untuk pergantian pimpinan di desa atau pergantian Lurah dilaksanakan melalui Pemilihan oleh rakyat secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Hingga saat ini desa Tawangsari telah memiliki pergantian pemimpin sebanyak 4 kali, yaitu :
Kini 207 tahun sudah usia perjalanan desa kita, desa TAWANGSARI tercinta, tentunya banyak suka duka ikut mewarnai perjalanannya.
Untuk mencapai suatu pulau impian, sudah barang tentu seorang nahkoda atau seorang pemimpin harus senantiasa berkosentrasi dan berjuang, serta berusaha bukan hanya dengan separoh hati dan separoh jiwa, melainkan dengan sepenuh hati, sepenuh jiwa dan raga.
Demikian Sinopsis Legenda Desa Tawangsari dan perjuangan para pemimpin pada masanya, Semoga yang maha Kuasa Alloh SWT senantiasa menuntun jalan kita, untuk para pemimpin dan para nahkoda, serta para penumpangnya.
Semoga Alloh senantiasa meluruskan jalan kita semua, hingga sampai pada tujuan cita-cita kita.....
Semoga Alloh meridhoi dan membalas budi dan jasa sesuai perjuangan dan pengabdiannya serta diampunkan segala kekhilafan dan kesalahan para pemimpin-pemimpin kita. Amin....
Selanjutnya marilah kita bersama-sama dengan khusuk dan khidmad untuk mendoakan para pemimpin-pemimpin desa kita yang telah berjuang dan telah mendahului kita.....
Kepada Almukarrom Ustad KHOIRIL AMIN dipersilahkan untuk memimpin do’a dan pembacaan kalimah-kalimah Thoiyibah...
Dipersilahkan....
Kirim Komentar